Saturday, 11 July 2015

Kebijakan Pemerintah Militer Jepang


Jepang berusaha untuk bisa menarik simpati para rakyat Indonesia dengan menggunakan berbagai macam cara. Bangsa Jepang juga melakukan semacam propaganda dengan menggunakan semboyan “Tiga A” yaitu ( Jepang adalah Pemimpin Asia, Jepang sebagai Pelindung Asia, dan Jepang adalah Cahaya Asia) untuk bisa menarik simpati dari para rakyat Indonesia. Jepang juga menjanjikan kemudahan dalam beribadah bagi rakyat/bangsa Indonesia, bisa mengibarkan bendera sang saka merah putih yang harus didampinggi oleh bendera Negara Jepang, menggunakan percakapan/tulisan bahasa Indonesia, dan juga menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia yaitu “Indonesia Raya” akan tetapi bersama dengan lagu kebangsaan Negara Jepang “Kimigayo”.
Kemudahan-kemudahan tersebut yang ditawarkan oleh bangsa Jepang hanyalah sebuah janji manis belaka. Sebagai bangsa penjajah, Jepang justru sangat lebih kejam saat menjajah bangsa Indonesia. Bangsa Jepang membuat beberapa kebijakan untuk negara yang di jajahnya yaitu Indonesia. Program yang bisa dibilang paling mendesak bagi bangsa Jepang adalah untuk bisa mengerahkan seluruh potensi sumber daya yang terkandung di Indonesia dengan tujuan perang. Beberapa dari kebijakan tersebut di antaranya:
1) Membentuk organisasi-organisasi sosial
Organisasi - organisasi sosial yang dibuat/bentuk oleh penjajah Jepang  diantaranya Gerakan 3 A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi. Gerakan Tiga A Dipimpin oleh Mr. Syamsuddin yang bertujuan untuk bisa meraih simpati dari para penduduk dan juga tokoh masyarakat disekitar. Seiring dengan perkembangannya pada gerakan tersebut kurang/tidak berhasil, sehingga penjajah Jepang membentuk suatu organisasi yang jauh lebih menarik bagi rakyat. Sebagai pengganti Gerakan Tiga A, penjajah Jepang pada tanggal 1 Maret 1943 mendirikan/membentuk gerakan yang bernama Pusat Tenaga Rakyat ( Putera ). Gerakan yang bernama Putera tersebut dipimpin oleh empat tokoh besar nasional saat itu dan juga sering disebut sebagai empat serangkai yakni bung karno, bung Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan juga Ki Hajar Dewantara. Gerakan Putera ini cukup diminati oleh para kalangan pemuda atau tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah penjajah Jepang merasa kurang puas dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan/dilakukan oleh gerakan Putera tersebut karena para tokoh-tokoh gerakan Putera telah memanfaatkan/memakai organisasi ini dalam usaha melakukan komunikasi dan konsolidasi dengan para tokoh-tokoh perjuangan Indonesia. Pada akhirnya gerakan/organisasi Putera dibubarkan oleh penjajah Jepang.
Pada sekitar tahun 1944 dibentuklah sebuah organisasi yang bernama Jawa Hokokai ( Gerakan Kebaktian Jawa ). Gerakan Jawa Hokokai ini berdiri dalam pengawasan para pejabat penjajah Jepang. Tujuan utamanya ialah untuk menggalang banyak dukungan untuk rela berkorban demi penjajah Jepang. Islam sebagai agama yang hampir seluruh dianut oleh penduduk Indonesia. Penjajah Jepang merasa wajib untuk bisa menarik perhatian/hati golongan agama ini. Sehingga Jepang membubarkan organisasi Majelis Islam A’la Indonesia pada tahun 1943, serta menggantikannya dengan organisasi Islam bernama Masyumi ( Majelis Syuro Muslimin Indonesia ). Organisasi Masyumi dipimpin oleh tokoh Muslim paling berpengaruh yaitu K.H. Hasyim Ashari serta K.H. Mas Mansyur.
2) Pembentukan Organisasi Semi Militer
Penjajah Jepang menyadari bahwa pentingnya untuk mengerahkan semua rakyat/penduduk Indonesia untuk membantu penjajah Jepang berperang menghadapi pasukan Sekutu. Sehingga penjajah Jepang membentuk/membuat banyak organisasi yang berbentuk semi militer seperti contohnya Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho dan Pembela Tanah Air (Peta). Pada 9 Maret 1943 dibentuk Organisasi Barisan Pemuda atau Seinendan. Yang mempunyai tujuan memberi bekal atau pelatihan bela negara agar bisa siap dalam mempertahankan negaranya. Yang dimaksud oleh Jepang adalah agar bisa membantu dalam menghadapi serangan tentara Sekutu.
Fujinkai adalah sebuah himpunan para kaum wanita yang berumur di atas 15 tahun untuk disiapkan dan latihan semi militer. Keibodan adalah suatu barisan pembantu tugas polisi, untuk para laki-laki yang berumur sekitar 20-25 tahun. Heiho organisasi yang didirikan pada tahun 1943, merupakan sebuah organisasi kelompok prajurit untuk pembantu tentara penjajah Jepang. Pada waktu itu penjajah Jepang sudah mengalami beberapa kekalahan di beberapa tempat medan pertempuran. Sedangkan organisasi bernama Peta didirikan pada tanggal 3 Oktober 1943, merupakan satuan pasukan bersenjata yang mendapat pendidikan dan pelatihan militer secara khusus dari penjajah Jepang. Pada akhirnya para eks-pasukan Peta sangat besar peranannya dalam usaha pertempuran mengusir melawan penjajah Jepang dan Belanda.
3) Pengerahan Romusha
Penjajah Jepang berusaha melakukan rekrutmen anggota kerja rodi atau paksa yang dikenal dengan sebutan Romusha yang mempunyai tujuan untuk mencari banyak bantuan tenaga untuk membantu dalam perang dan juga melancarkan kegiatan penjajah Jepang. Anggota-anggota pekerja Romusha dikerahkan oleh penjajah Jepang untuk usaha membangun jalan raya, kubu pertahanan, bantalan rel kereta api, jalan penghubung atau jembatan, dan banyak lagi. Jumlah pekerja Romusha paling banyak berasal dari wilayah pulau Jawa, yang dikirim ke daerah luar Jawa, bahkan ada yang sampai di wilayah Malaya, Burma, dan juga Siam.
Sebagian besar pekerja Romusha merupakan penduduk yang tidak memiliki latarbelakang pendidikan. Mereka dengan terpaksa harus melakukan kerja rodi atau paksa ini yang disebabkan oleh rasa takutnya kepada penjajah Jepang. Pada waktu mereka melakukan pekerjaa sebagai tenaga romusha konsumsi makanan yang mereka dapatkan sangat tidak terjamin, sehingga keadaan kesehatan mereka sangatlah buruk, sementara mereka bekerja sangat berat sekali. Ribuan penduduk atau rakyat Indonesia meninggal dari akibat kerja paksa Romusha. Mendengar teragisnya nasib pekerja Romusha, banyak dari pemuda Indonesia yang melarikan diri meninggalkan daerah atau kampung halamannya. Mereka semua takut bila akan dijadikan pekerja romusha. Pada akhirnya, sebagian besar wilayah desa hanya ditempati oleh kaum perempuan/ibu-ibu, orang tua, serta anak-anak.
Penjajahan pasukan Jepang yang sangatlah menyengsarakan ialah pemaksaan para wanita-wanita untuk dijadikan Jugun Ianfu. Jugun Ianfu merupakan wanita yang dipaksa oleh penjajah Jepang untuk bisa melayani kebutuhan para tentara atau pasukan penjajah Jepang di berbagai wilayah pos peperangan.  Banyak gadis-gadis cantik desa diambil dengan paksa oleh tentara penjajah Jepang untuk dijadikan Jugun Ianfu. Sebagian besar dari mereka tidak kembali lagi walaupun sudah berakhirnya Perang Dunia II.
4) Eksploitasi Kekayaan Alam
Penjajah Jepang tidak hanya menyiksa dan menguras tenaga dari para rakyat Indonesia. Penjajah Jepang juga megeruk kekayaan alam Indonesia, dan juga harta  benda berharga yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangat jauh lebih kejam dari pada pengerukan kekayaan alam yang dilakukan oleh penjajah Belanda. Semua hal yang dilakukan di wilayah Indonesia tersebut harus bisa menunjang berbagai keperluan perang pemerintah Jepang. Penjajah Jepang mengambil alih secara menyeluruh aset ekonomi yang dibangun penjajah Belanda, dan juga mengawasi secara langsung berbagai kegiatannya. Aktifitas perkebunan serta industri haruslah mendukung untuk keperluan perang, seperti pada tanaman jarak untuk membuat minyak pelumas. Rakyat juga wajib untuk menyerahkan berbagai bahan pangan secara besar-besaran  kepada penjajah Jepang. Penjajah Jepang memanfaatkan organisasi Jawa Hokokai, dan juga intansi-instansi yang dimiliki pemerintah lainnya. Pada keadaan inilah yang semakin membuat kesengsaraan bangsa Indonesia. Pada saat masa panen tiba, rakyat Indonesia wajib untuk melakukan setor pajak padi sebanyak 80%, sehingga para petani hanya membawa pulang hasil panen padinya sekitar 20%. Kondisi inilah yang membawa dampak musibah kelaparan, dan juga waba penyakit busung lapar di wilayah Indonesia. Banyak dari penduduk yang memanfaatkan dengan memakan umbi-umbian liar disekitar, yang sebenarnya umbi-umbian itu hanya pantas sebagai makanan ternak mereka.

Sikap manis penjajah Jepang hanyalah sementara, pada tanggal 20 Maret 1942 dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah yang berisi berupa larangan untuk pembicaraan tentang mengibarkan bendera sang saka merah putih serta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hal tersebut tentu membuat sangat kecewanya bangsa Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Blog saya yang lain