Tuesday, 14 October 2014
Menghargai Kejujuran Siswa
Jujur berarti tidak bohong, Jujur berarti tidak curang. Kejujuran harganya mahal, Kejujuran sudah mulai hilang dalam kehidupan. Oh... bahaya nih. Suatu saat saya menemukan berita tentang kecurangan dalam ujian. Seperti berjamaah, siswa satu kelas mencontek bersama, tidak ada ketakutan atau rasa bersalah. Karena sudah menjadi kelaziman dan biasa dikerjakan, apalagi pada ujian Nasional.
Coba kita bayangkan seperti ini, mana yang kita pilih ? "siswa nyontek tetapi nilai bagus" atau "siswa jujur tetapi nilainya jelek". Ayo mulai berfikir sejenak .... sudah menemukan jawaban ? belum ? atau bingung ?. Bagi saya pasti bingung, karena ujian tidak mengukur kejujuran siswa, tetapi yang diukur adalah nilai siswa. Kalau nilainya baik dia lulus dan kelau jelek dia tidak lulus. Ukurannya jelas, tidak akan tertulis dirapor "jujur" dan "tidak jujur". Lalu bagaimana ? saya yakin masih ada siswa yang jujur meskipun nilai mereka yang akan menjadi taruhannya. Maka dari itu perlu ada nilai, penghargaan atau apalah yang bisa menghargai kejujuran siswa tersebut.
Dalam kurikulum 2013 penilaian sudah dibuat dalam 3 rana yaitu afektif, psikomotor dan kognitif. Pada pembelajaran, guru harus menilai siswa pada ketiga rana tersebut. Selanjutnya kita fokus pada aspek afektif dan kognitif. Mengapa seperti itu ? Karena afektif terdapat dimensi kejujuran yang akan diukur dan kognitif ada dimensi pengetahuan yang akan dinilai.
Lalu kita coba membayangkan ada dua siswa A dan B. Karakter siswa A "sering mencotek tapi nilainya selalu bagus" dan karakter siswa B "dia jujur tetapi nilainya sering buruk". Berarti yang pertama harus guru lakukan adalah guru memastikan bahwa kedua karakter itu benar. Caranya bagaimana ? Guru harus punya catatan atau agenda yang lengkap yang menulis aktifitas siswa setiap hari. Saya yakin kalau guru melakukan itu, pasti bisa mengenali karakter siswanya masing-masing.
Suatu ketika ada ulangan, siswa A mendapatkan nilai 90 dan siswa B mendapat nilai 60. Bagi guru pasti sulit memutuskan, "apakah membiarkan nilai tetap seperti itu" atau "akan merubah nilai karena A tidak jujur dan B jujur". Di sinilah kita harus bijak bahwa anak yang jujur harus mendapatkan nilai tambah dalam ulanganya. Jadi, kita dapat menambah niali tersebut menjadi 70 atau 80 atau seterusnya. Dan siswa yang tidak jujur kita bisa kurangi nilainya menjadi 70 atau 60 atau lebih bawah lagi.
Manfaatnya apa jika kita melakukan penambahan nilai dan menghargai kejujuran siswa ? Siswa yang mendapatkan penghargaan ketika dia jujur akan mempertahankan kejujuran itu pada kehidupannya. Jika harus berkompetisi dia akan sportif dan tidak melakukan kecurangan. Jika dia besar dalam lingkungan kerja akan menjadi karyawan atau pimpinan yang baik.
Maka dari itu guru harus memperhatikan betul-betul aspek kejujuran siswa ini. Karena bukan hanya pengetahuan yang menjadi bekal siswa tetapi juga sifat baik dan kejujuran yang justru akan menjadi modal utama kesuksean siswa. Karena pada jaman sekarang sebuah perusahaan lebih memilih karyawan yang jujur dari pada karyawan yang pintar. Tetapi yang paling baik kita bisa menciptkan siswa yang jujur sekaligus pintar.
Labels:
Pembelajaran
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment