Wednesday 8 October 2014

Konsep Pembelajaran Tanpa PR

Sebagai pembuka artikel ini saya ingin menyampaikan bahwa yang paling dibenci siswa saat sekolah adalah PR. Saya dulu juga begitu. Gimana ya ?? ada suatu yang menyakitkan jika seorang guru memberikan PR (pekerjaan rumah). Apalagi jumlahnya nggak kira-kira, misalnya "kerjakan di rumah tugas ini dari halaman 12 sampai 16, besok harus dikumpulkan" wow keren ada 5 halaman yang harus dikerjakan, pokoknya sesuatu banget. Yang lebih gila lagi kalau satu hari ada 4 bidang studi sekaligus yang memberikan PR. Apa nggak membuat males pulang ke rumah ? kalo sudah begitu.

Tapi memang sulit memisahkan pembelajaran dengan tugas di rumah. Disetiap rencana pembelajaran (RPP) guru pasti ada penugasan di rumah pada bagian penilaian, kayaknya seperti kewajiban yang harus dilakukan, apalagi RPP-nya copi paste saya bisa pastikan ada tuh kegiatan penugasan di rumah. Bahkan ada sekolah full day yang pulangnya sampai sore, tetapi siswanya pulang masih membawa oleh-oleh tugas rumah. Betapa kasihannya siswa yang sekola
h pada saat ini.

Selain itu kadang tidak adil karena tugas yang sudah dikerjakan dengan tetesan keringat, plus dibantu orang tua atau guru les hanya di tumpuk begitu saja. Malah terkadang hanya diberi tanda tangan guru tanpa ada nilai yang tertulis. Ini benar-benar membuat minat belajar siswa menjadi jatuh. Sehingga menganggap PR hanya formalitas pelengkap proses pembelajaran.

Saya ingin menwarkan sebuah konsep pembelajaran tanpa PR. Mungkin saya bukan orang pertama yang melakukan. Tapi minimal kita berusaha untuk sedikit menurangi beban siswa. Dalam konsep ini lebih bagaimana seorang guru memaksimalkan waktu yang ada untuk mengerjakan tugas pada saat pembelajaran di kelas. Secara lebih lanjut saya bisa terangkat sebagai berikut:

1. Usahakan perencanaan pembalajaran memuat penugasan yang waktunya cukup untuk diselesaikan di kelas. Nampaknya untuk kurikulum 2013 saat ini, menurut pengalaman saya waktu sangat cukup untuk melakukan itu. 

2. Sekolah memberikan waktu khusus untuk mengerjakan  PR di sekolah. Misalnya full day atau ada les yang khusus mengerjakan soal secara mandiri atau dibantu guru. Sehingga sampai rumah siswa tidak terbebani PR lagi. Konsep ini yang paling mungkin karena jika jam pelajaran di tambah 1 atau 2 jam sudah dirasa cukup untuk mengerjakan tugas, apalagi ada guru yang mendampinginya.

3. Kalaupun harus ada penugasan terstuktur atau kegiatan mandiri tidak terstruktur, maka semua bisa dilakukan disekolah. Dalam hal ini sekolah harus memberikan fasilitas yang memadai, misalnya dengan mneydiakan komputer, internet dan printer. Sehingga siswa nyaman mengerjakannya di sekolah. 

Apa manfaat konsep ini ?
1. Dengan tidak adanya PR, maka siswa bisa menyalurkan bakat dan minatnya dengan baik. Jika dia suka musik, maka dia bisa les piano dengan fokus karena sudah tidak memikirkan PR. Sama juga dengan kegiatan yang lain, misalnya olah raga, menulis, Pramukan dan lain sebagainya.

2. Waktu bermain dan bersosialisasi menjadi lebih lama. Siswa membutuhkan itu, karena bermain dan bersosialisasi dibutuhkan untuk belajar kehidupan dan berlaku sportif dengan lingkungan sekitarnya.

3. Siswa bisa mempelajari ilmu agama yang lebih lama, hal ini saya sampaikan karena pendidikan agama yang ada di luar sekolah itu sangat penting. Selama ini siswa sering meninggalkan pendidikan agama hanya lebih mementingkan mengerjakan PR.

4. Memberikan waktu luang yang banyak kepada siswa untuk berkumpul dengan keluarganya, mereka bisa merasakan kehangatan rumah tangga lebih lama dengan orang tuanya. Mereka bisa mengembangkan aspek psikomotorik sederhana misalnya: menyapu, mencuci dan tugas di rumah lainnya yang nantinya berguna bagi hidupnya di masa depan.


No comments:

Post a Comment

Blog saya yang lain